Sabtu, 23 Oktober 2010

Menjadi Orang Tua yang Bijak

Ayah, mama… Setiap anak yang diturunkan ke dunia Lahir dalam keadaan fitrah

Kullu mauludin yulladu alal fitrah. Fa abawahu … Setiap anak lahir dengan fitrah

Karena anak lahir dengan fitrah Bukankah berarti tak satu pun anak ketika lahir Berniat menghancurkan masa depannya?

Tak ada satu pun bayi ketika lahir bernia “Ah, jika besar nanti, aku mau kenal narkoba” “Ah, jika besar nanti, aku akan hobi tawuran” Atau pernahkah ia berkata, “Jika besar nanti, aku akan mencuri uang orangtua” Adakah anak yang berniat begitu, Ayah? Bukankah setiap anak yang diturunkan Allah ke dunia justru pada awalnya cenderung pada kebaikan?

Tetapi, mengapa sebagian anak yang lahir cantik, rupawan, lucu, dan menggemaskan Setelah beranjak remaja dan dewasa menjadi beban keluarga dan menjadi masalah untuk lingkungannya? Ada apa ini … ?

Ayah, mama… Karena anak lahir dengan fitrah Sebagian masalah anak, justru orangtualah penyebabnya Periksalah ternyata sebagian anak justru dijatuhkan harga dirinya di rumah, bukan di luar rumah

Sebagian kita mungkin pernah memukul tubuhnya Seolah tubuh anak adalah barang pelampiasan amarah kita Sebagian kita mungkin pernah menampar pipinya, Seolah ia tempat empuk bagi telapak tangan kita Sebagian kita mungkin pernah membentaknya Sambil berteriak dalam hati: akulah yang berkuasa atas dirimu

Atau mungkin kita tak pernah melakukan semua itu? Tapi tahukah Ayah-mama? Sebagian anak memang tak pernah dipukul, dicubit, dibentak, Tapi, jarang sekali anak yang lolos untuk tidak disalahkan orangtuanya Sejak membuka mata di pagi hari Sampai kembali menutup mata di sore hari

Ayah, mama … Karena sebagian anak jatuh harga dirinya di rumah Tanpa kita sadari, ada sebagian anak yang tak betah berada di samping orangtuanya Panas hatinya Jika mendengar ‘ceramah-ceramah’ orangtuanya dan overdosis nasihat yang ia terima Lalu, kapan kita mendengarkan anak, Ayah, mama? Ketika seorang kakak hendak mengambil mainan miliknya yang diambil adiknya Kita … dengan kekuatan kehakiman yang kita miliki dengan gagah berkata: Kakak … mengalah dong sama adik!

Lihatlah pertunjukkan ini, Ayah … Lihatlah ketidakadilan ternyata dimulai dari rumah Lihatlah kebenaran ternyata ditentukan oleh factor usia Lalu kita berdalil, “Adiknya kan masih kecil ….” Dalam hati, si kakak berkata, “Sampai kapan adik akan dibela?” “Kapankah aku meminta lebih dulu dilahirkan ke dunia?” “Sungguh tak enak menjadi seorang kakak!”

Karena ketidakadilan dimulai dari rumah Di tempat lain, sebagian adik pun berkata hal yang sama “Sungguh, aku pun tak suka menjadi seorang adik!” “Ketika Ayah dan mama tak ada, aku seirng dikerjai kakak semaunya.”

Ayah, mama … Karena sebagian anak dijatuhkan harga dirinya di rumah sbagian anak akhirnya tak betah berada di rumah Rumah baginya hanyalah tempat tidur sementara Ia lalu mencari harga diri, berkelana mencari surga Mencari orang-orang yang akan menghargai dirinya

Wah … ternyata teman-teman ganknya bisa menghargainya Lalu, di dalam hati ia berkata, Hmmm … ternyata aku dihargai jika aku pamer perkasa Aku ternyata perkasa jika mengisap ganja Apakah itu yang kita inginkan, Ayah, mama? Jika tidak, hormatilah jiwa anak-anak kita

Bukan sekadar uang jajanan, mainan dan sekolah mahal semata Itu semua penting Tapi, perkataan dan perlakuan penuh cinta dari kalian adalah warisan terindah untuk masa depan kami

Terus terang kami malu sekali apabila menengok keadaan ini
Bukankah hak setiap anak sama di dunia ini
Memiliki keluarga yang dapat menentramkan hati kami di saat galau

Mengapa hanya ego kalian yang kami lihat
Kami di paksa untuk berfikir dewasa
Tapi apa yang ada pada diri kalian
Apa ini yang namanya adil
Sekali lagi kami mohon
Beri senyuman indah itu

Tidak ada komentar: